Selasa, 17 September 2013

Peduli Petani

Ali Khomsan

Untuk meredam gejolak harga, pemerintah memilih jalan termudah dengan impor pangan. Sejatinya, apabila setiap kali muncul persoalan pangan solusinya hanya impor, maka artinya pemerintah semakin tidak peduli kepada nasib petani.

Seorang sarjana IPB yang kini menjadi petani mengeluh di rubrik opini Kompas. Menurut dia, apabila petani hendak menikmati harga beras yang tinggi, pemerintah segera menetapkan kebijakan untuk operasi pasar sehingga harga anjlok kembali dan petani (padi) kembali gigit jari.

Tahun 1970-an kesejahteraan petani dan tenaga kerja industri tidak begitu jauh berbeda. Namun, kini, kesenjangannya begitu besar. Industri melaju jauh lebih cepat dibandingkan sektor pertanian. Serapan tenaga kerja pertanian memang bertambah, tetapi sebenarnya pertanian kita hanya dijejali dengan petani gurem sehingga akhirnya sektor pertanian menjadi penyumbang kemiskinan yang signifikan.

Kesejahteraan petani hingga kini masih merupakan mimpi. Ada pemeo yang mengatakan, kalau ingin hidup tenteram, jadilah petani; kalau ingin dihormati, jadilah pegawai negeri; dan kalau ingin kaya, jadilah pedagang. Kenyataannya kini petani tak bisa hidup tenteram karena kemelaratan, pegawai negeri tak dihomati karena korupsi, dan pedagang pun banyak bangkrut karena produknya tak mampu bersaing dengan produk impor.

Petani tidak makmur

Kita yang selalu bangga mengklaim diri sebagai bangsa agraris ternyata tidak pernah meraih kemakmuran dari pertanian. Berdasarkan Global Food Security Index 2012, indeks ketahanan pangan Indonesia sudah di bawah 50 (skor antara 0-100) dan berada di urutan ke-64 dari 105 negara. Posisi kebanyakan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan China, lebih baik daripada Indonesia.

Negara-negara industri maju sekalipun tak mengabaikan persoalan pangan ini, sebagaimana terlihat dari skor mereka yang tinggi. Misalnya Amerika Serikat dengan skor 89,5 dan berada di posisi puncak. Jepang dan Korea pun berada pada posisi terhormat, masing-masing ke-16 dengan skor 80,7 dan ke-21 dengan skor 77,8.

Salah satu teori tentang kelaparan menyebutkan bahwa hunger adalah bencana kemanusiaan yang dapat terjadi bilamana rumusan kebijakan pertanian tidak tepat. Kebijakan pertanian yang tepat adalah kebijakan yang berpihak kepada petani. Oleh karena itu, kebijakan di bidang ini terlebih dahulu harus digodok dengan matang dan diperhatikan dampak positif-negatifnya, baik bagi petani maupun masyarakat.
Kebijakan pertanian akan menyangkut nasib jutaan petani. Oleh sebab itu, kebijakan yang keliru akan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan yang tidak mustahil akan meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia.

Kebijakan pengentasan warga dari kemiskinan akan tanpa hasil karena dampak positifnya tertutup oleh dampak negatif kebijakan lain yang tidak tepat. Kerja keras pemerintah akan tampak nihil karena orang miskin tidak berkurang, tetapi justru bertambah.

Berdayakan petani

Fokus pembangunan pertanian adalah keberdayaan petani, daya saing produk, dan kelestarian lingkungan. Inilah paradigma baru pertanian di abad ke-21. Employment shifting diperlukan untuk memberdayakan petani. Beban sektor pertanian dengan jutaan petani gurem harus dikurangi Tanpa employment shifting, yang terjadi adalah penggureman para petani, yang berarti makin terpuruknya petani kita.
Daya saing produk pertanian harus selalu diperbaiki. Hasil penelitian lembaga-lembaga riset pertanian di Indonesia yang jumlahnya sangat banyak dan setiap tahun menyerap anggaran cukup besar harus dimanfaatkan.

Arahkan penelitian untuk lebih banyak menghasilkan karya terapan yang bisa langsung diimplementasikan di lapangan oleh petani-petani kita. Jangan lagi menumpuk laporan hasil riset karena petani Indonesia perlu segera disejahterakan.

Menyangkut kelestarian lingkungan, sudah saatnya pemerintah memberi apresiasi kepada petani-petani yang mempraktikkan pola pertanian ramah lingkungan. Pemanfaatan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pestisida akan lebih baik bagi lingkungan hidup. Sebab, kita hidup bukan hanya untuk diri kita saat ini, melainkan juga untuk anak cucu kita puluhan atau ratusan tahun mendatang.

Rusaknya lingkungan berarti hancurnya kehidupan di masa datang. Maka, kita sebagai generasi saat ini akan terus dikutuk apabila tidak berusaha menerapkan cara hidup yang lebih bersahabat terhadap lingkungan.
Dengan memperhatikan persoalan-persoalan besar yang akan muncul, apabila pemerintah salah membuat kebijakan yang menyangkut nasib petani, bangsa ini harus mempunyai grand design tentang pembangunan pertanian yang menguntungkan petani dan tidak menyengsarakan rakyat.

Sektor pertanian adalah andalan bangsa kita. Oleh sebab itu ciptakan kemakmuran bangsa melalui pembangunan pertanian yang tepat. Diharapkan kebijakan pertanian di masa datang bisa lebih fokus pada usaha-usaha memperbaiki kesejahteraan para pelaku pertanian karena sudah sangat lama para petani memimpikan hidup yang lebih sejahtera.

Ali Khomsan Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar