Rabu, 10 November 2010

MK Minta Tolong pada Refly

Moh Mahfud MD

Di pesawat Garuda rute Yogyakarta- Jakarta, 25 Oktober 2010 pagi, saya kaget dan lemas setelah membaca satu artikel di harian Kompas. Refly Harun, ahli hukum konstitusi yang cemerlang, menulis dengan gagah bahwa dirinya pernah mendengar dan melihat sendiri praktik suap dalam berperkara di Mahkamah Konstitusi.

Dia menulis bahwa dia mendengar pernyataan orang Papua yang pernah berperkara di MK yang harus menghabiskan uang Rp 10 miliar hingga Rp 12 miliar. Dia bertemu orang yang ditelepon oleh hakim MK agar menyerahkan uang Rp 1 miliar untuk keperluan perkaranya sehingga dia terpaksa menarik perkara itu karena tidak punya uang seperti diminta oleh hakim MK.

Dia juga mengaku melihat sendiri tumpukan uang senilai Rp 1 miliar dalam bentuk dollar AS yang katanya akan diserahkan kepada hakim MK. Membaca artikel itu jantung saya berdegup kencang, keringat dingin mengucur, kepala jadi pening. Saya minta secangkir teh panas kepada pramugari untuk menenangkan diri, kemudian saya tercenung karena sedih dan malu.

Refly Harun adalah aktivis penegakan hukum dan demokrasi yang dikenal cerdas dan kredibel. Tentu dia tak sembarangan menulis, pasti bisa dipertanggungjawabkan. Saya sedih dan malu karena �permainan perkara� yang dilihat dan didengar Refly itu telah terjadi di MK.

Saya sedih dan malu karena selama dua tahun lebih memimpin MK saya selalu melakukan pengawasan. Banyak isu berseliweran bahwa ada suap di MK, tetapi setelah diselidiki dengan berbagai cara tak pernah ada buktinya. Jangankan bukti, indikasi saja tak ditemukan. Semua hanya bersumber dari pesan singkat (SMS) gelap, surat kaleng, dan isu dari mulut ke mulut yang tak bisa dirunut dan diruntut ujung dan pangkalnya.

Sudah berkali-kali saya umumkan di depan sidang resmi terbuka untuk umum bahwa siapa pun yang diminta uang oleh siapa pun dalam berperkara di MK supaya melapor kepada saya atau kepada polisi. Sudah puluhan kali saya melakukan jumpa pers, menjelaskan adanya penipuan dari orang yang mengaku pejabat dan hakim MK yang pelakunya menggunakan nomor telepon seluler (handphone) tertentu, tetapi setelah dilacak hilang. Nomor telepon seluler dan nama korbannya sudah saya umumkan di koran-koran dan dilaporkan kepada polisi.

Pola penipuan

Selama dua tahun lebih saya selalu mengendus pola penipuan seperti itu, orang yang mengaku pejabat MK memeras orang yang berperkara di MK. Saya terus bekerja untuk mengintai dan memburu info tentang hal ini, tetapi tak pernah menemukan, jangankan bukti, indikasi saja tidak ada kalau di dalam MK. Seperti dikatakan Jimly Asshiddiqie, MK itu bekerja dengan sistem dan mekanisme saling kontrol yang mantap sehingga sangat sulit ada mafia perkara.

Itulah sebabnya, tiga minggu yang lalu, secara terbuka saya menantang siapa pun yang punya bukti awal saja untuk melapor kepada saya kalau ada permainan suap dalam penanganan perkara di MK. Orang itu akan saya belikan tiket pesawat untuk datang melapor kepada saya plus menginap di hotel berbintang, asal ada nama jelas yang bisa dipertanggungjawabkan dan bukan hanya katanya, katanya, dan kabarnya.

Kemudian muncullah Refly yang menulis dengan gagah bahwa dirinya melihat dan mendengar sendiri orang yang mengeluarkan belasan miliar rupiah untuk berperkara di MK, pencari keadilan yang diminta menyetor uang atau diperas oleh hakim MK, dan orang yang akan menyuap hakim dengan uang dollar AS. Refly juga mengusulkan agar MK melakukan investigasi internal. Bukankah bukti awal seperti ini yang selalu saya cari?

MK melakukan langkah dengan sadar, meminta tolong kepada Refly untuk mengungkap kasus ini dengan mengangkatnya menjadi ketua tim investigasi. MK tak mau membentuk tim investigasi internal karena investigasi internal sudah berjalan rutin dan mantap serta tak berhasil menemukan mafia dalam bentuk apa pun.

MK malah melakukan lebih dari sekadar investigasi internal, yakni membentuk tim investigasi dari orang-orang eksternal yang kredibel di bawah pimpinan orang yang mengaku melihat dan mendengar sendiri. Lagi pula kalau hanya investigasi internal, MK bisa dituduh tidak fair dan menyembunyikan sesuatu. Refly diminta mengusulkan dua anggota lainnya, siapa pun yang dia mau, sedangkan MK juga akan menunjuk dua orang lainnya. Apa ada yang lebih fair dari cara ini?

Kini tim sudah terbentuk. Refly sudah mengusulkan nama Adnan Buyung Nasution dan Bambang Harimurti, dua nama yang sangat kredibel. MK pun tak mau memasukkan orang MK di dalam tim itu agar investigasi berjalan obyektif. MK menunjuk Bambang Widjojanto dan Saldi Isra, dua nama yang juga dikenal sangat bersih dan patriotik dalam penegakan hukum.

MK tidak memusuhi Refly karena dia adalah mitra kerja yang baik dan idealis. MK hanya meminta tolong untuk bekerja sama guna membersihkan MK yang menurut tulisannya digerogoti oleh suap-menyuap. Sebagai intelektual-pejuang, Refly pasti tak akan berkelit dengan hanya akan membahas soal-soal semantik dari tulisannya itu.

Kalau di MK memang ada suap-menyuap, mari kita bawa hakim pelakunya ke penjara, tetapi kalau tim Refly tidak menemukannya, marwah MK harus dikembalikan dengan cara yang terhormat. Masyarakat tak boleh dibuat putus asa. Masyarakat harus diberi harapan bahwa di negeri ini masih ada lembaga peradilan yang mau bekerja dengan patriotik, bermartabat, dan penuh kehormatan, seperti ditulis oleh Satjipto Rahardjo dalam Kompas tanggal 14 Juli 2009.

Moh Mahfud MD Ketua Mahkamah Konstitusi